Terinspirasi dengan acara Hafidz lndonesia yang tayang selama Ramadhan ini di stasiun RCTI , betapa anak-anak kecil dengan range usia 3-7 tahun bisa menghapal Al-Qur'an berjuz-juz. Subhanallah..., sungguh luar biasa anak -anak itu. Dan yang paling luar biasa dan hebat tentunya para orang tua mereka yang telah berhasil mendidik mereka menjadi seorang hafidz..
Setiap menonton acara ini saya berhasil dibuat nangis dan mewek. Mulai dari lelehan air mata saja sambil tak henti-henti berucap subhanallah, sampai sebenar-benar nangis senggugukan.. Sedih dan menyesal, saya selama 35 tahun hidup sudah ngapain saja..? Malu, saya sudah 8 tahun jadi orang tua sudah berbuat apa saja..? Meruginya diriku karna selama ini telah lengah dan lalai... :(
Flashback ke kisah masa kecilku di kampung dulu.. Saya memang termasuk anak yang malas dan lalai kalau disuruh mengaji Al qur'an. Malas hadir, malas menyimak, suka mengobrol dengan kawan, plus overaktif dan hyperaktif, blingsatan seperti cacing kepanasan, ngak betah duduk lama dalam ruangan. Alhasil, metoda belajar ala pecut rotan yang diterapkan sang guru secara turun-temurun telah menobatkan saya sebagai pemecah rekor anak perempuan penerima pecutan terbanyak..hihiiii...
Tapi saya cuman bertahan dipeguruan mengaji 'nyiak aki' itu sampai umur 10 tahun saja, sampai kelas 4 SD saja. Karna kemudian saya pun dideportasi ke perguruan yang satu lagi dikampung kami yang dipimpin oleh seorang wanita muda yang lebih disiplin, dan tentu saja teuteeep dengan metoda pecut rotannya.
Debut pertamaku diperguruan baru pun tetap saja menghadiahkan sebuah pecutan rotan di sepuluh jemariku. Karna idealnya kawan-kawan yang seangkatan dengan ku sudah bisa mengaji dengan tajwid yang benar dan dengan irama yang mendayu-dayu, sementara aku gagal di tes pertama yang sangat simpel.. Lebih panjang mana bacaan tanda dhammah seperti angka 6 atau seperti angka 9..? Seperti itu soalnya. Tentu saja logika anak sekolah dasarku menjawab angka 9.. hahaa.. Karna shock dengan kebodohanku, maka sang guru pun dengan tega memukul jemariku dengan rotan itu.. ck..ck..ckk..!! how poor you are, Rini... :(
Akupun tetap ikut khataman qur'an, karna memang usiaku harus khatam. Maka jadilah aku peserta khatam qur'an yang paling stupid menurutku, cuman buat meramai-ramaikan peserta perhelatan kampung saja..
Tonggak sejarah aku mengenal ilmu tajwid yaitu setelah sekolah di madrasah tsanawiyah. Alhamdulillah sekali karna orang tuaku telah berhasil menjebloskan ku kesana, walau awalnya sedikit kurang yakin dan kurang percaya diri karna tiap pagi diledekin teman.. yeeeee...rini tomboy masuk tsanawiyah... yeeeee..rini tomboy sekarang pakai jilbab....
Tapi, kembali kuucapkan alhamdulillah.. Berkat aku menuntut ilmu di madrasah selama 3 tahun, aku jadi punya sedikit ilmu agama buat bekal hidupku. Aku bisa membaca alqur'an dengan baik dan benar, bahkan aku hapal beberapa potongan-potongan ayat penting, hadits-hadits penting. Aku bisa sedikit mentafsir alqur'an. Sedikit bisa berbahasa arab pula. Bahkan ini sedikit membuatku kaget sewaktu pengalaman haji dan umrah, karna ternyata aku bisa berkomunikasi alakadarnya dengan pedagang arab, sopir taksi bahkan kadang-kadang mencari lawan bicara orang Maroko, Mesir dan Saudi..
Benar-benar masa jadi anak madrasah kujadikan 'masa terbaik'ku. Lumayan berprestasi disana, walau tidak sedikit ada huru-hara yang terjadi disana karna ulahku..huahaahaa..!
So, dari pengalamanku itu aku sendiri dapat mengaris bawahi, bahwa ilmu agama itu harus diajarkan dari kecil. Suka ngak suka, minat ngak minat, bakat ngak bakat, si anak harus dipaksa menelan ilmu-ilmu agama dari kecil. Ilmu yang dipelajari waktu kecil akan diingat selamanya. Terbukti saya SMA jurusan Fisika, sepertinya kabur tuh dengan ilmu fisika. Kuliah jurusan Akuntansi, ngambang tuh ilmu akuntansinya. Bahkan belakangan ini saya pun getol mempelajari berbagai ilmu, tapi hasilnya ngak seberapa yang nempel di otak.. Bahkan tiga tahun ini aku getol sekali menghapal al-qur'an. Ngak muluk-muluk bisa menghapal 30 juz al qur'an, tapi cukup juz ke-30 saja. Tapi apa hasilnya, hapalanku hilang timbul. Hapal surat ini, lenyaplah surat hapalan yang kemaren. Begitu seterusnya..
Jadi ngak salah lagi kalau belajar diwaktu kecil, bagai mengukir diatas batu. Dan belajar sesudah dewasa itu bagai mengukir diatas air.
Buat anak-anakku, mungkin umak telat dikit menuntut ilmu agama, tapi kalian ngak boleh telat. Mungkin kalian berkarakter sama dengan umak kecil, bandel dan hyperaktif, tapi seorang ibu yang mantan anak bandel tentu harus mampu menangani kalian, dong!
Selamat berjuang umak, save your kidz ! Ganbatte..!! (edisi menyemangati diri sendiri, sambil menunggu anak-anak mengaji di TPA)
Thanks for share, izin save artikel nya ya :)
BalasHapusNonton film gratis
Nonton film online